Keluarga Berencana dan Pandangan Islam di Dalamnya

No Comments
Kenapa ya, tiba-tiba ingin mencari artikel tentang KB dalam islam, apakah diperbolehkan atau tidak :). Akhirnya setelah mencari ke sana-sini, saya dapatkan salah satunya di yahoo answer. Jawaban yang paling saya anggap masuk dalam logika.
Terima kasih kepada Mas TG yang telah memberi jawaban yang maknyus seputar KB dalam padangan islam.
Baiklah, tidak usah terlalu berpanjang lebar, silakan disimak.

Pertama, melakukan program KB, dengan alasan takut tidak dapat memberikan makan, takut miskin dan lain sebagainya, maka praktek KB seperti ini tidak dibenarkan. Karena hal ini menyangkut keyakinan seorang muslim kepada Allah, bahwa Allah yang akan memberikan rizkinya.

Selain itu, sebagian besar ulama juga mentidakbolehkan seseorang yang melakukan praktek KB dengan jalan memasang alat yang mengakibatkan si wanita tidak dapat hamil selamanya (bukan sementara waktu), tanpa ada alasan syar’i yang dibenarkan, bukan karena demi kesehatan si ibu atau lainnya. Untuk jenis ini, praktek KB tidak diperbolehkan, karena tidak sesuai dengan di antara maksud utama pernikahan dalam Islam.

Kedua, praktek KB untuk mengatur saja, demi kesejahteraan si anak atau kesehatan si ibu. Misalnya,
menurut dokter sebaiknya demi kesehatan si ibu, agar melahirkan lagi setelah dua atau tiga tahun ke depan, atau agar jarak antara putra yang satu dengan yang lain tidak terlalu dekat, atau dengan dasar agar pendidikan setiap anak dapat terpantau dengan baik, atau menurut dokter, kalau jaraknya terlalu dekat, akan mengakibatkan si anak kurang normal, atau kurang sehat, maka untuk jenis ini diperbolehkan, karena ada alasan syar’i dan praktek KB tersebut bukan untuk selamanya (sementara waktu saja).

Di antara dalil diperbolehkannya praktek KB untuk jenis kedua ini adalah hadits shahih riwayat Bukhari Muslim yang memperbolehkannya praktek ‘azl. ‘azl adalah menumpahkan sperma di luar vagina, dengan maksud di antaranya agar si isteri tidak hamil, baik demi alasan kesehatan si isteri atau lainnya. Praktek ‘azl ini berlaku umum di kalangan sahabat, dan Rasulullah saw tidak melarangnya. Ini artinya, bahwa praktek tersebut dibenarkan. Di antara dalil yang membolehkan praktek ‘azl ini adalah:

Artinya: “Jabir berkata: “Kami biasa melakukan ‘azl pada masa Rasulullah saw dan pada waktu itu al-Qur’an masih turun” (HR. Bukhari Muslim).


Artinya: “Jabir berkata: “Kami biasa melakukan ‘azl pada masa Rasulullah saw, lalu disampaikan hal itu kepada Rasulullah saw, dan beliau tidak melarang kami” (HR. Muslim).

Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumiddin bab Adab Nikah mengatakan, bahwa para ulama dalam masalah boleh tidaknya ‘azl ini terbagi kepada empat pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa praktek ‘azl dengan cara apa saja diperbolehkan. Pendapat kedua, praktek ‘azl dengan cara dan maksud seperti apapun diharamkan. Pendapat ketiga, praktek ‘azl diperbolehkan, apabila ada idzin dari isteri, apabila tidak ada idzin, maka ‘azl tidak diperbolehkan. Keempat, praktek ‘azl diperbolehkan untuk budak-budak wanita, namun untuk isteri-isteri meredeka tidak dibenarkan.

Imam al-Ghazali kemudian menutup perbedaan di atas dengan mengatakan: “Menurut pendapat yang kuat dalam madzhab kami (madzhab Syafi’i), praktek ‘azl mubah (boleh-boleh saja)”.

Jumhur ulama mengambil pendapat bahwa, ‘azl diperbolehkan sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih riwayat Bukhari Muslim di atas, selama ada idzin dari isteri.

Praktek KB pun dapat dianalogkan (dikiaskan) dengan praktek ‘azl ini, sehingga menurut sebagian besar ulama, praktek KB dengan maksud untuk mengatur keturunan (tanzhim an-nasl), dan bukan dalam artian tidak mau melahirkan selamanya (man’un nasl), diperbolehkan, sebagaimana proses ‘azl yang dilakukan para sahabat di atas.

Kemudian, apakah praktek KB jenis kedua, tidak berarti membunuh anak sebagaimana diharamkan dalam ayat 31 surat al-Isra? Tentu jawabannya tidak. Karena, praktek ‘azl atau KB jenis kedua ini, terjadi sebelum menjadi anak, terjadi proses kehamilan. Oleh karenanya tidak dikategorikan sebagai membunuh anak sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas. Wallaahu a’lam bis shawab.

Sumber : http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20101008235410AAljQ52
Next PostNewer Post Previous PostOlder Post Home

0 comments

Post a Comment